Syi’ah bercerita
tentang keyakinan mereka mengenai para sahabat rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan
ummahatul
mu’minin
Keutamaan sahabat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan tingginya kedudukan serta derajat mereka,
sudah merupakan sesuatu yang diketahui oleh semua orang. Hal itu juga termasuk
hal-hal yang diketahui dari agama Islam secara dharurah. Ini disebabkan karena
melimpahnya dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut, baik dari Al Quran maupun
As Sunnah. Sekarang bukan waktunya untuk menyebutkan semua dalil-dalil itu, akan
tetapi barangkali kami akan menyebutkan sebagian saja:
Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman,
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى
الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ
بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِنَ اللَّهِ
وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
ذَلِكَ مَثَلُهُمْ
فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْأِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ
فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ
الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ
بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
“Muhammad itu
adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhoan-Nya. Tanda-tanda mereka, tampak pada muka mereka
dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti
tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat
lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu
menyenangkan hati penanam-penanamnya, karena Allah menjengkelkan hati
orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih diantara mereka ampunan dan
pahala yang besar.” (QS.
Al Fath: 29)
Ayat yang mulia ini mencakup seluruh
sahabat karena mereka semua bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Menguatkan apa yang telah lalu: hadits yang
diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim; dari al-A’masy, dari Abu Shalih, dari
dari Abu Sa’id dia berkata: ((Pada suatu saat terjadi suatu masalah antara
Khalid bin Walid dengan Abdurrahman bin ‘Auf, lantas Khalid memaki Abdurrahman.
Ketika mendengar hal itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian
memaki salah seorang dari sahabatku, sesungguhnya jika salah seorang dari kalian
menafkahkan emas sebesar gunung Uhud niscaya tidak akan dapat menyamai (pahala)
satu genggam atau setengah genggam (nafkah) salah seorang dari
mereka.” Hadits ini juga mencakup seluruh sahabat, karena Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian memaki salah seorang dari
sahabatku.”
Syi’ah dan Penghinaan Mereka Terhadap
Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam
Dalam kitab ar-Raudhah min
al-Kafi (hal 245) disebutkan, ((Dari Hanan, dari bapaknya, dari Abu
Ja’far ‘alaihis salam, ia berkata, “Sesungguhnya para
manusia telah murtad sesudah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
kecuali hanya tiga orang.” Lantas aku bertanya: “Siapakah tiga
orang itu?” Dia menjawab: “Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifary dan
Salman al-Farisy”)).
Ash-Shafy dalam tafsirnya (jilid V, hal 28)
berkata, ((Dari Abdurrahman bin Katsir, dari Abu Abdillah, dalam firman Allah
(yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang
(kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah
menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan
mereka.” (QS.
Muhammad: 25). Dia berkata, “fulan dan fulan”, yang dia maksud
adalah Abu Bakar dan Umar)).
Berkata Ni’matullah al-Jazairy dalam
kitabnya al-Anwar an-Nu’maniyah (jilid I, hal
53), ((Telah diriwayatkan dalam berita-berita khusus bahwa tatkala Abu Bakar
sholat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia
menggantungkan berhala di lehernya, dan sujudnya adalah untuk berhala itu)). Na’udzubillah dari kedustaan
ini!
Dengarlah salah seorang syaikh orang Syi’ah
yang tanpa tedeng aling-aling melaknat Ash Shiddiq, ((Para ulama Syi’ah telah
bersaksi bahwa ada riwayat-riwayat valid yang kevalidannya melahirkan
dalil-dalil atas si penjahat Abu Bakar, hal tersebut karena adanya dia di masjid
dan kembalinya dia dari pasukan pertama. Kedua melanggar Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ketiga tidak sholatnya dia bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Semoga Allah melaknat Abu Bakar! Dengarlah wahai
siapa yang berkata, Tidak boleh melaknat. Semoga Allah melaknat Abu Bakar!,
semoga Allah melaknat Abu Bakar!, semoga Allah melaknat Abu Bakar! Dan semoga
Allah melaknat Umar dan para pembangkang lainnya! Semoga Allah melaknat siapa
saja yang tidak rela dengan dilaknatnya mereka! Kebencian-kebencian umat
ini…)).
Dengan busuknya Ni’matullah al-Jazary
berkata dalam kitabnya al-Anwar an-Nu’maniyah (jilid I, hal
63), ((Konon Umar terkena penyakit di duburnya dan tidak bisa disembuhkan
kecuali dengan air mani para lelaki)).
Berkata Zainudin al-Bayadhy dalam kitabnya
ash-Shirath
al-Mustaqim ila Mustahiq at-Taqdim (jilid III, hal 129),
((Sebenarnya Umar itu telah menyembunyikan kekufuran dan memperlihatkan
keislaman)).
Dalam kitab al-Anwar
an-Nu’maniyah milik Ni’matullah al-Jazairy (jilid I, hal 81)
disebutkan, ((Telah disebutkan dalam riwayat-riwayat khusus bahwasanya syaitan
dibelenggu dengan 70 belenggu dari besi jahanam lantas digiring ke padang
mahsyar, tiba-tiba sesampainya di sana dia melihat seseorang di depannya yang
ditarik oleh malaikat azab dan di lehernya terdapat 120 belenggu dari
belenggu-belenggu jahanam, dengan terheran-heran syaitan itu mendekat lantas
bertanya, “Apa
yang dikerjakan orang yang amat malang ini hingga siksaannya jauh lebih berat
dariku? Padahal aku telah menyesatkan para makhluk hingga aku masukkan mereka ke
dalam pintu-pintu kebinasaan.” Maka berkatalah Umar (Maksudnya
makhluk malang yang dibelenggu dengan 120 rantai neraka jahanam adalah amirul
mu’minin Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu! Qaatalahumulloh!
-pen) kepada si syaitan, “Tidak ada yang kukerjakan melainkan hanya merampas
kekhilafahan Ali bin Abi Thalib.”)).
Di antara yang dituduhkan gerombolan
orang-orang Rafidhah terhadap amirul mukminin Utsman bin Affan radhiallahu
‘anhu; apa yang disebutkan oleh Zainuddin al-Bayadhy dalam kitabnya
ash-Shirath
al-Mustaqim ila Mustahiq at-Taqdim (jilid III, hal 30), ((Pada suatu
saat di zaman Utsman didatangkan seorang perempuan untuk dihukum hadd, lantas
oleh Utsman perempuan tersebut dizinai terlebih dahulu baru kemudian
diperintahkan untuk dirajam)).
Belum puas Rafidhah dengan tuduhan keji ini, bahkan dalam kitab yang sama dan halaman yang sama disebutkan bahwa Utsman itu termasuk orang-orang yang dipermainkan (para laki-laki) dan bertingkah laku seperti perempuan, serta suka main rebana.
Belum puas Rafidhah dengan tuduhan keji ini, bahkan dalam kitab yang sama dan halaman yang sama disebutkan bahwa Utsman itu termasuk orang-orang yang dipermainkan (para laki-laki) dan bertingkah laku seperti perempuan, serta suka main rebana.
Dengarlah bagaimana Hasan ash-Shaffar
berbangga karena Rafidhah-lah yang telah membunuh Utsman radhiallahu
‘anhu, ((Sesungguhnya Syiah-lah yang telah membunuh Utsman, semoga
Allah memberikan pahala yang baik buat mereka)).
Al-Majlisy dalam kitabnya Bihaar
al-Anwar (jilid XXX, hal 237) berkata, ((Kisah-kisah yang
menerangkan kekafiran Abu Bakar dan Umar, penyelewengan mereka, serta pahala
orang yang melaknat dan berlepas diri dari mereka dan dari bid’ah-bid’ah mereka
amat sangat banyak untuk disebutkan dalam satu jilid atau dalam buku yang
berjilid-jilid lainnya)).
Muhammad al-’Ayasyi dalam tafsirnya (jilid III, hal
20) surat an-Nahl:
وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ
“Dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.” (QS. An Nahl: 90)
Al-’Ayasyi berkata: Al- Fahsyaa (perbuatan keji) yaitu yang pertama
(maksudnya Abu Bakar), al-Munkar
(kemungkaran) yaitu yang kedua (maksudnya Umar al-Faruq), al-Baghy (permusuhan) yaitu yang ketiga
(maksudnya: Utsman bin Affan).
Semoga Allah meridhai seluruh shahabat.
Bahkan al-Majlisy dalam (jilid XXX, hal 235)
menukil dari Tafsir al-Qummy dalam firman
Allah ta’ala,
قُلْ أَعُوذُ
بِرَبِّ الْفَلَقِ
“Katakanlah: aku
berlindung dari Rabb al Falaq.”
Al-Falaq adalah kawah di Jahanam, seluruh penghuni
neraka memohon perlindungan kepada Allah darinya karena saking panasnya, lantas
kawah itu minta izin untuk bernafas, maka diizinkanlah, akibatnya terbakarlah
neraka jahanam. Dan di dalam kawah tersebut ada sebuah peti yang mana penghuni
kawah tersebut memohon perlindungan kepada Allah darinya karena saking panasnya.
Peti itulah yang dinamakan Tabut. Di dalam Tabut itu ada enam orang terdahulu
dan enam orang yang hidup setelah zaman mereka. Adapun enam orang yang hidup
setelah zaman mereka adalah: nomor pertama, kedua, ketiga dan keempat. Nomor
pertama maksudnya Abu Bakar, yang kedua maksudnya Umar, yang ketiga Utsman dan
yang keempat Mu’awiyah radhiallahu ‘anhum.
Al-Majlisy berkata dalam (jilid XXX, hal 237),
((Keterangan tentang dua orang Arab badui yang pertama dan kedua -yakni Abu
Bakar dan Umar-, yang tak pernah beriman kepada Allah sekejap mata pun)). Wa la haula wa la quwwata illa
billah!
Belum cukup Rafidhah sampai sini, bahkan mereka
melampaui batas hingga ‘menyerang’ Ummahatul
Mukminin. Berkata Ja’far Murtadho dalam bukunya Hadits al-Ifki (hal 17), ((Sesungguhnya kami
meyakini, sebagaimana (keyakinan) para ulama-ulama besar kami pakar pemikiran
dan penelitian, bahwa isteri Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pun berpeluang untuk kafir sebagaimana istri Nuh dan
istri Luth)), dan yang dimaksud istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di sini adalah
‘Aisyah. Hasyim al-Bahrany berkata dalam tafsirnya al-Burhan (jilid IV, hal 358) surat at-Tahrim,
((Berkata Syarafuddin an-Najafy, “Diriwayatkan dari Abu Abdillah ‘alaihis salam bahwa dia berkata dalam firman
Allah subhanahu wa ta’ala:
ضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلاً لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ
لُوطٍ
“Allah membuat
istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir.” (QS. At Tahrim: 10)
Perumpamaan ini Allah buat untuk Aisyah dan
Hafshah, karena keduanya demo terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membuka
rahasianya)).
Ali bin Ibrahim al-Qummy berkata, ((Lantas Allah
membuat perumpamaan untuk ‘Aisyah dan Hafshah dan berkata, “Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan
bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang
hamba-hamba kami, lalu kedua istri itu berkhianat.” Demi Allah yang
dimaksud dengan berkhianat tidak lain hanyalah berzina (na’udzubillah). Niscaya akan dilakukan hukum had
atas fulanah (yang dia maksud adalah ‘Aisyah) atas apa yang dikerjakannya di
jalan Bashrah. Dikisahkan bahwa fulan (yang dia maksud Thalhah) mencintai
‘Aisyah. Tatkala ‘Aisyah akan safar ke Bashrah, berkatalah Thalhah, “Kamu itu tidak boleh safar kecuali dengan
mahram.” Lantas Aisyah
mengawinkan dirinya dengan fulan, dalam suatu naskah disebutkan dengan
Thalhah)).
Berkata Muhammad al-‘Ayasyi dalam tafsirnya
(jilid XXXII, hal 286) surat Ali Imran, dari Abdush Shamad bin Basyar dari Abi
Abdillah radhiallahu ‘anhu ia berkata, “Tahukah
kalian Nabi itu meninggal atau dibunuh? Sesungguhnya Allah berfirman,
أَفَإِنْ
مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ
“Apakah jika dia
wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad).” (QS. Ali Imran: 144). Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diracuni
sebelum wafatnya, dan mereka berdualah yang meracuninya (yakni ‘Aisyah dan
Hafshah)! Sesungguhnya dua perempuan tersebut dan bapak mereka adalah
sejahat-jahat ciptaan Allah! Wa la haula wa la
quwwata illa billah!
Belum cukup al-Majlisy sampai di situ, bahkan dia
berkata dalam kitabnya Bihar al-Anwar (jilid
XXXII, hal 286), ((Dari Salim bin Makram dari bapaknya ia berkata, Aku mendengar
Abu Ja’far ‘alaihis salam berkata di dalam
firman Allah,
مَثَلُ
الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتاً وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ
لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ
“Perumpamaan orang-orang
yang mengambil perlindungan-perlindungan selain Allah adalah seperti laba-laba
yang membuat rumah, dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah
laba-laba.” (QS. Al Ankabut: 41). Laba-laba itu adalah al-Humaira
(Aisyah-pen). Kenapa dimisalkan dengan laba-laba? karena dia adalah
binatang yang lemah dan membuat sarang yang lemah; begitu pula al-Humaira (yakni
Aisyah), dia itu binatang yang lemah, lemah kedudukan dan akal serta agamanya.
Hal itu menjadikan pendapatnya lemah dan akalnya yang tolol, hingga melakukan
pelanggaran dan permusuhan terhadap Tuhannya. Persis dengan sarang
laba-laba yang lemah!)).
0 komentar:
Post a Comment