Syi’ah
bercerita tentang keyakinan mereka mengenai Hari ‘Asyura
Pada hari ‘Asyura orang-orang Islam
menunaikan ibadah puasa, dalam rangka mencontoh Nabi shallallahu
‘alaihi wassalam. Kitab-kitab orang Rafidhah juga memerintahkan
untuk berpuasa pada hari ‘Asyura, akan tetapi anehnya orang-orang Rafidhah
sendiri mengingkari puasa tersebut, bahkan menuduh bahwa orang-orang kerajaan
Umawi-lah yang membuat-buat riwayat-riwayat palsu yang menghasung puasa
‘Asyura.
Setiap tahun, pada hari-hari bulan Muharam,
terutama tanggal sepuluh, orang-orang Rafidhah melakukan perbuatan-perbuatan
‘aib yang memalukan; mulai dari memakai pakaian hitam, mengadakan
majelis-majelis Al Husainiyah, mengadakan ceramah-ceramah dan
perkumpulan-perkumpulan yang diselingi dengan pelaknatan terhadap Mu’awiyah radhiallahu
‘anhu dan anaknya Yazid serta kepada bani Umayyah secara
keseluruhan. Juga mereka menganiaya diri mereka sendiri dan memukuli diri mereka
dengan rantai dan pedang. Serta masih banyak
penyelewengan-penyelewengan syariat lainnya, yang mana itu semua
dengan dalih mengungkapkan rasa bela sungkawa dan berkabung atas kematian Husain
radhiallahu
‘anhu.
Dengarlah syaikh mereka Abdul Hamid
al-Muhajir yang melegalisir aksi orang-orang Rafidhah pada hari ‘Asyura, “Jangan kalian
dengar orang yang berkata bahwa memukul-mukul kepala dengan rantai, menampar dan
menangis itu haram, sesungguhnya mereka itu tidak paham agama Islam. Pada
asalnya sesuatu itu diharamkan seandainya membahayakan, kalau membahayakan baru
bisa dikatakan haram, dan ini tidak ada hubungannya dengan memukul-mukul kepala
dan memukul-mukul kaki, siapa bilang itu haram? Mengharamkan sesuatu butuh
dalil, karena pada asalnya segala sesuatu itu hukumnya
halal!!”
Inilah ulama kita yang mulia Syaikh Abdul
Aziz bin Baz rahimahullah yang mengingkari
bid’ah-bid’ah dan kemungkaran-kemungkaran Rafidhah pada hari-hari ‘Asyura dengan
perkataannya, “Orang yang menjadikan hari ‘Asyura sebagai hari
penebusan dosa dan hari berkabung, sebagaimana orang-orang Rafidhah yang pada
hari itu mereka memukul-mukul dada-dada dan tubuh-tubuh mereka serta
memukul-mukul diri mereka dengan besi, mencaci maki dan melaknat. Ini semua
merupakan sebagian dari kebodohan, kesesatan serta kebid’ahan mereka yang
tercela. Kita memohon kepada Allah keselamatan dari itu semua. Niyahah
(ratapan), memukul-mukul pipi, serta merobek-robek pakaian, tetap merupakan
perbuatan mungkar, kapan saja dan di mana saja sampai pun pada hari di mana
Husain terbunuh, atau di saat musibah apapun. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengingkari perbuatan itu dan bersabda, ‘Tidak termasuk dari golongan
kami: orang-orang yang memukul-mukul pipi dan merobek-robek pakaian serta
menyeru dengan seruan jahiliyah.’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda, ‘Allah melaknat ash- Shaliqah, al-Haliqah serta asy-Syaqqah.’
Ash-Shaliqah: adalah orang yang meraung-raung ketika terjadi musibah,
al-Haliqah: yang menggundul rambutnya, asy-Syaqqah: yang merobek-robek
pakaiannya. Ini semua merupakan kemungkaran, na’udzubillah!. Orang-orang
Rafidhah memperbolehkan aksi-aksi tersebut dengan dalih bahwa itu ungkapan
dukungan terhadap ahlul bait dan sebagai ungkapan kesedihan. Padahal dengan
aksi-aksi tersebut mereka telah menyakiti diri mereka sendiri dan menjadikan
Allah murka terhadap perbuatan buruk tersebut, sebab aksi itu telah menyelisihi
syariat dan merupakan bid’ah yang mungkar.”
Bagaimana mungkin kita bisa bersatu dengan
orang-orang yang selalu mencekoki masyarakatnya setiap tahun dengan perasaan
dendam dan dengki terhadap Ahlusunnah, dengan dalih bahwa Ahlusunnah-lah yang
telah membunuh Husain. Padahal kitab-kitab Syi’ah dipenuhi riwayat-riwayat yang
membuktikan bahwa orang Syia’h Kufah-lah yang telah mengkhianati Husain radhiallahu
‘anhu, sebagaimana sebelumnya mereka telah berkhianat kepada saudara
dan bapaknya.
Dalam kitab Maqtal al-Husain karya Abdul
Razak al-Mukrim (hal 175) disebutkan: ((Bahwa Husain radhiallahu
‘anhu berkata: “Sesungguhnya merekalah yang telah mengkhianatiku,
lihatlah surat-surat yang berasal dari Kufah ini! Sesungguhnya merekalah yang
telah membunuhku!”)). Hal yang senada disebutkan dalam kitab Muntaha al-Aamal
Fi Tarikh an-Nabiy wa al-Aal (jilid I, hal 535).
Bahkan referensi Syi’ah yang tersohor
Muhsin al-Amin dalam A’yaan asy-Syi’ah (jilid I, hal 32)
berkata, “Kemudian 20.000 penduduk Irak yang telah membai’at Husain
mengkhianatinya dan meninggalkannya, padahal tali bai’at masih tergantung di
leher mereka. Kemudian mereka membunuh al-Husain.”
Dalam kitab al-Ihtijaj karangan ath-Thabarsy (hal
306) disebutkan, ((Bahwa Ali bin Husain yang dikenal dengan julukan Zainal
Abidin berkata: “Wahai para manusia, demi Allah tahukah kalian
bahwa sesungguhnya kalian-lah yang telah menulis surat terhadap bapakku, lantas
kalian tipu dia?! Kalian telah berjanji dan membai’at bapakku lantas kalian
bunuh dan terlantarkan dia?! Celakalah kalian atas apa yang telah kalian
lakukan. Bagaimana kelak kalian bisa memandang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, tatkala beliau kelak berkata, ‘Kalian telah membunuh keluargaku dan
kalian rusak kehormatanku, sesungguhnya kalian bukanlah dari golongan
kami!’”)).
Dalam kitab Maqtal al-Husain karangan Murtadha
‘Ayyad (hal 83) dan dalam kitab Nafs al-Mahmum karangan ‘Abbas Al Qummy
(hal 357) disebutkan, ((Tatkala Imam Zainal Abidin rahimahullah lewat dan melihat orang
Kufah menangis dan meratap (berkabung atas meninggalnya Husain), beliau
membentak mereka seraya berkata, “Kalian meratapi diri kami??! Lantas siapakah yang
membunuh kami? (kalau bukan kalian?? –pen)”)). Hal yang senada
disebutkan dalam kitab al-Ihtijaj karya ath-Thabarsy (hal
304).
Dengarlah ulama kita Al
‘Allamah Abdul Aziz bin Baz rahimahullah yang menerangkan kejadian
yang sebenarnya tentang Husain radhiallahu ‘anhu, juga menerangkan
sikap Ahlusunnah terhadap fitnah tersebut: “Tatkala Husain bin Ali radhiallahu ‘anhu mendengar
berita tentang kemungkaran-kemungkaran yang dilakukan oleh Yazid bin Mu’awiyah,
beliau keluar dari Mekkah menuju Irak, dengan tujuan menyatukan kalimat kaum
muslimin di atas kebaikan serta menegakkan syariat Islam. Sebagian
saudara-saudaranya dari para sahabat telah menasihatinya agar tidak pergi, tapi
beliau berijtihad untuk berangkat. (Tatkala mendengar keberangkatan al-Husain)
Ubaidullah bin Ziyad mengutus pasukan yang dipimpin Umar bin Sa’id bin Abi
Waqqas, hingga terjadilah peperangan antara dua pihak. Orang-orang yang bersama Husain saat itu sedikit sekali yaitu keluarga
dia. Maka terbunuhlah Husain dan banyak korban berjatuhan dari orang-orang yang
bersamanya di suatu tempat yang bernama Karbala. Ubaidullah bin Ziyad telah
bersalah karena perbuatannya, sebenarnya Husain sudah berkehendak pulang dan
meninggalkan fitnah, atau pergi ke Yazid, atau pergi ke daerah sekitar. Akan
tetapi pasukan tersebut terus memerangi dia sampai akhirnya membunuh dia dan
membunuh siapa saja yang berusaha untuk melindungi dia. Hingga terbunuhlah
Husain dalam keadaan terzalimi dan tidak bersalah. Maka terjadilah musibah besar
yang membuka pintu keburukan yang besar! nas’alullah
al-’afiyah!”
Mereka (Ubaidullah dkk) telah berbuat salah
dengan perbuatan mereka tersebut, semoga Allah meridhai Husain dan memberi
rahmat kepadanya, kepada kita serta kepada semua kaum Muslimin. Semoga Allah membalas orang-orang yang
melakukan perbuatan-perbuatan itu dengan balasan yang setimpal. Semoga Allah
melindungi kita dari kejahatan-kejahatan Rafidhah dan perbuatan-perbuatan mereka
yang hina, serta Allah kembalikan mereka ke pangkuan Islam dan petunjuk
0 komentar:
Post a Comment