Inilah aqidah yang tegak di atasnya
masyarakat Islam. yaitu aqidah "Laa ilaaha illallah Muhammadan Rasuulullah."
Makna dari ungkapan tersebut adalah bahwa masyarakat Islam benar-benar
memuliakan dan menghargai aqidah itu dan berusaha untuk memperkuat aqidah
tersebut di dalam akal maupun hati. Masyarakat itu juga mendidik generasi Islam
untuk memiliki aqidah tersebut dan berusaha menghalau pemikiran-pemikiran yang
tidak benar dan syubhat yang menyesatkan. Ia juga berupaya menampakkan
(memperjelas) keutamaan-keutamaan aqidah dan pengaruhnya dalam kehidupan
individu maupun sosial dengan (melalui) alat komunikasi yang berpengaruh dalam
masyarakat, seperti masjid-masjid, sekolah-sekolah, surat-surat kabar, radio,
televisi, sandiwara, bioskop dan seni dalam segala bidang, seperti puisi. prosa,
kisah-kisah dan teater.
Bukanlah yang dimaksud membangun
masyarakat Islam di atas dasar aqidah Islamiyah adalah dengan memaksa
orang-orang non Muslim untuk meninggalkan aqidah mereka. Tidak!, karena hal ini
tidak pernah terlintas dalam benak seorang Muslim terdahulu dan tidak akan
terlintas di benak mereka untuk selamanya. Bukankah lslam telah mengumumkan
dengan kata-kata yang jelas
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesunggahnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan sesat." (Al Baqarah: 256)
Sejarah telah membuktikan bahwa
sesungguhnya masyarakat Islam pada masa-masa keemasannya adalah masyarakat yang
paling toleran terhadap para penentangnya dalam aqidah. Fakta ini diperkuat oleh
banyak pernyataan kesaksian orang-orang di luar islam sendiri.
Maksud dari tegaknya masyarakat, di atas
aqidah Islam adalah bahwa masyarakat Islam itu bukanlah masyarakat yang terlepas
dari segala ikatan, tetapi masyarakat yang komitmen dengan aqidah Islam. bukan
masyarakat penyembah berhala, dan bukan masyarakat Yahudi atau Nasrani, bukan
pula masyarakat liberal atau masyarakat Sosialis Marxisme, tetapi ia adalah
masyarakat yang bertumpu pada aqidah tauhid atau aqidah Islam, di mana aqidah
Islam itu selalu tinggi dan tidak ada yang menandingi. Islam tidak menerima jika
kalian berada di masyarakat sementara kalian tidak berperan apa pun, dan tidak
rela mengganti aqidah yang lain dengan aqidah Islamnya, sehingga bisa meluruskan
pandangan manusia terhadap Allah, manusia, alam semesta dan
kehidupan.
Bukanlah dikatakan masyarakat Islam itu
masyarakat yang menyembunyikan asma"Allah" dalam arahan-arahannya, kemudian
menggantinya dengan nama"Alam." Sebagai contoh terkadang kita katakan bahwa
sungai-sungai adalah pemberian alam, hutan juga pemberian alam, alam itulah yang
menciptakan dan yang mengembangkan segala sesuatu, bukan Allah yang menciptakan
segala sesuatu, Rabb segala sesuatu dan pengatur segala
sesuatu.
Sesungguhnya pandangan masyarakat Barat
terhadap masalah ketuhanan dan kaitannya dengan alam semesta adalah bahwa Allah
telah menciptakan alam, kemudian membiarkannya, maka tidak ada yang mengatur,
tidak ada yang menguasai. Persepsi seperti ini mirip dengan persepsi yang
diambil dari para filosof Yunani terhadap masalah ketuhanan, terutama
Aristoteles yang tidak mengenal tuhan kecuali bagian dari dirinya, adapun
pandangannya tentang alam, alam itu tidak ada yang mengatur dan tidak dikenal
baik atau buruk dari tuhan. Dan yang lehih aneh dari pada itu adalah filsafat
Aflathun yang tidak mengenal Tuhan sedikit pun, hingga dari
dirinya.
Adapun persepsi masyarakat Islam tentang
ketuhanan, maka itu tergambar dalam ayat-ayat berikut ini:
"Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebenaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Dialah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari padanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala sesuatu. Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati." (Al Hadid: 14)
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat
yang mana pemahaman iman kepada Allah dan hari kemudian menjadi kendor, kemudian
diganti dengan keyakinan terhadap aliran Wujudiyah, Qaumiyah atau Wathaniyah
(kebangsaan atau Nasionalis), atau yang selain itu dari berhala-herhala yang
disembah oleh manusia di sana sini, dari selain Allah atau bersama Allah,
meskipun mereka tidak menamakan itu semua sebagai tuhan-tuhan
mereka.
Bukan pula masyarakat Islam, masyarakat
yang menyembunyikan nama"Muhammad" yang semestinya dianggap sebagai muwajjih
yang ma'shum dan uswah yang ditaati, lalu membanggakan nama"Marx" dan"Lenin"
atau yang lainnya dari para pemikir timur dan barat.
Bukan pula masyarakat Islam itu
masyarakat yang mengabaikan kitab Allah Al Qur'an yang semestinya menjadi sumber
petunjuk. sumber perundang-undangan dan hukum, kemudian memperhatikan
kitah-kilab yang lainnya dan mengkultuskannya, dan menjadikan kitab-kitab itu
sebagai rujukan pemikiran, perundang-undangan dan sistem perilaku atau diambil
dari kitab-kitab itu nilai dan standar kehidupan.
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat
yang Allah, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya dihina (lecehkan) sementara
manusianya diam terhadap kekufuran yang nyata ini, mereka tidak mampu memberikan
pengajaran kepada orang yang kafir dan murtad atau menggertak orang zindiq yang
menyeleweng, sehingga orang kafir itu berani menyebarkan di berbagai media
secara terang-terangan ungkapan sebagai berikut, "Sesungguhnya manusza Arab
modern adalah mereka yang menyakini bahwa Allah dan agama-agama adalah
sesuatuyang usang dan layak disimpan dalam museum sejarah."
Bukanlah masyarakat Islam itu masyarakat
yang mempersilahkan aqidah lain seperti aqidah Komunis, Sosialis dan
Nasionalisme ekstrim menggeser aqidah Islamiyah. Sesungguhnya merupakan suatu
kesalahan jika ada seseorang mengira bahwa faham Sosialis dan yang lainnya itu
bukan aqidah yang bertentangan dengan Islam, tetapi ia sekedar aliran Ekonomi
atau Sosial yang mengambil cara tertentu untuk mengatur kehidupan manusia, dan
tidak berkaitan langsung dengan agama sehingga dikatakan sebagai aqidah, padahal
kenyataannya bahwa Sosialisme menurut pencetusnya merupakan falsafah kehidupan
yang komprehensif dan aqidah yang universal yang memberi pandangan terhadap
alam, sejarah, kehidupan, manusia dan Tuhan yang jelas-jelas bertentangan dengan
Pandangan Islam. Oleh karena itu sebagian orang mengistilahkannya sebagai "Agama
tanpa wahyu."2)
Bukan pula masyarakat Islam itu
masyarakat yang menjadikan masalah aqidah sebagai masalah sampingan dalam
kehidupan ini, sehingga tidak dijadikan sebagai asas dari sistem pendidikan dan
pengajaran, sistem pemikiran, sistem penerangan dan pengarahan' tidak pula dalam
proses perubahan secara umum kecuali hanya bagian terkecil dan terbatas. Maka
aqidah bukanlah pengarah dan penggerak yang pertama, dan bukan pula pengaruh
yang pertama dalam kehidupan individu, keluarga maupun kemasyarakatan, akan
tetapi aqidah dijadikan nomor dua dan ditempatkan di belakang, itupun kalau
memang masih ada tempat.
Aqidah dalam kehidupan masyarakat Islam
pertama yang telah dibina oleh Rasulullah SAW dan diwarisi oleh para sahabat dan
tabi'in adalah merupakan motivasi, pengarah dan hal pertama yang mewarnai dalam
kehidupan mereka, dan akhirnya dia menjadi ikatan pemersatu.
Aqidah merupakan sumber persepsi dan
pemikiran. Aqidah juga merupakan asas keterikatan dan persatuan, asas hukum dan
syari'at, sebagai motor penggerak dalam berharakah, ia juga merupakan sumber
keutamaan dan akhlaq. Aqidah itulah yang telah mencetak para pahlawan (pejuang)
di medan jihad dan untuk mencari syahid serta menempa setiap jiwa untuk
berkurban dan itsar.
Demikianlah aqidah dan pengaruhnya dalam
kehidupan masyarakat Islam yang pertama dan demikianlah hendaknya pengaruh
aqidah dalam setiap masyarakat yang menginginkan menjadi masyarakat Islam, saat
ini dan di masa yang akan datang.
Sesungguhnya aqidah Islamiyah dengan
segala rukun dan karakteristiknya adalah merupakan dasar yang kokoh untuk
membangun masyarakat yang kuat, karena itu bangunan yang tidak tegak di atas
aqidah Islamiyah maka sama dengan membangun di atas pasir yang mudah
runtuh.
Lebih buruk dari itu apabila bangunan
yang mengaku Islam, ternyata berdiri di atas fondasi selain aqidah Islam,
meskipun telah ditulis di papan nama dengan nama Islam, maka sesungguhnya itu
merupakan pemalsuan di dalam materi dasar bangunan yang tidak menutup
kemungkinan bangunan itu akan berakibat ambruk seluruhnya dan menimpa orangorang
yang ada di dalamnya. Allah SWT berfirman:
"Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunannya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridlaan (Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama dengan dia ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dzalim." (At-Taubah: 109)
Sungguh kita telah melihat masyarakat
Komunis pada masa-masa kejayaannya dan ketika berkuasa, mereka telah menjadikan
aqidah Marxisme dan falsafahnya yang materialisme dalam undang-undang mereka
secara terang-terangan. Mereka telah menyatakan bahwa tidak ada tuhan dan
kehidupan adalah materi dalam aturan undang-undang mereka, dalam pendidikan dan
pengajaran mereka dalam kebudayaan dan pers mereka, dan dalam seluruh sistem,
lembaga dan sikap kebijakan politik mereka.
Inilah perhatian setiap masyarakat yang
berideologi, maka sudah semestinya jika masyarakat Islam menjadi cermin yang
akan memproyeksikan aqidah dan keimanannya serta pandangannya terhadap alam,
manusia dan kehidupan dan pandangannya terhadap Sang pencipta yang memberikan
kehidupan
0 komentar:
Post a Comment